Imelda Veronica |
Selama
beribu-ribu tahun yang lalu perempuan mengalami sebuah ketimpangan dalam masyarakat.
Pada umunya dan kebanyakan orang
berpandangan bahwa perempuan hanya bisa melakukan 3 tugas yaitu dapur, sumur
dan kasur. Tidak banyak masyarakat luar berpandangan bahwa perempuan itu bisa
melakukan peran ganda yang diluar dari kodrat nya.
Diskriminasi
terhadap perempuan sangat lah marak terjadi dari duluh sampai sekarang Contohnya saja sebuah tragedi kekerasan yang terjadi
di Kota New York, Amerika Serikat pada 8 Maret 1857. Saat itu para buruh
perempun dari pabrik garmen melakukan unjuk rasa untuk memprotes kondisi buruk
yang mereka alami yaitu diskriminasi hingga tingkat gaji yang tak setara dengan
buruh laki-laki, dan karena aksi mereka mendapat tindakan represif dari aparat
kepolisian dengan menyerang para demonstran sehingga bubar lah aksi itu.
kasus Marsinah, seorang buruh perempuan dibunuh tahun 1993, Marsinah memimpin aksi
pekerja PT Catur Putra Surya untuk mendapatkan kenaikan gaji dari Rp 1.700
menjadi Rp 2.250 per harinya tetapi aksi itu membuat perusahaan panas. Gaji
memang naik, namun akhirnya Marsinah dan teman-temannya harus berurusan dengan
aparat Kodim sampai terjadi hilangnya marsinah dan di temukan tewas mengenaskan
dengan kemaluannya di tembak.
Dan juga kasus elen yang menganggap bahwa Kleiner
Perkins Caufiled & Byers sengaja tak memajukan karirnya dan tak memberikan
kesempatan perempuan sepertinya menempati posisi strategis dalam perusahaan,
padahal mempunyai kemampuan yang tak kalah bagusnya.
Setelah
melihat beberapa kasus di atas sadar atau tidaknya kasus-kasus pendiskrimininasian
yang lain pun telah terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Perempuan selalu
dianggap hanya sebagai pelengkap saja, perempuan di pandang juga hanya sebagai
pembantu di rumah sendiri, perempuan juga di perlakukan hanya sebagai budak
seks dan juga kehadiran perempuan di dalam suatu forum diskusi atau sejenisnya
hanya di pandang sebelah mata saja bahkan dalam pengambilan sebuah keputusan
pun perempuan tidak berhak ikut turut campur tanggan.
Maka
setelah melihat kasus-kasus tersebut maka perlu lah kita ketahui tentang
kesetaraan gender yang sudah sangat marak di perbincangkan banyak orang. Kalangan
masyarakat telah mengetahui tentang kesetaraan Gender, namun ada beberapa yang
memahaminya bahwa kesetaraan Gender itu berarti seorang perempuan sudah tidak
lagi membutuhkan laki-laki lagi karena telah bisa bekerja, berkarir bahkan
sudah bisa menafkahi keluarga tapi ini bukanlah pemahaman kesetaraan Gender
yang sebenarnya.
Gender adalah beberapa ciri-ciri
khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang dan diarahkan pada peran
sosial atau identitasnya dalam masyarakat (Oakley, 1972), Gender juga merupakan
sesuatu yang bisa dikerjakan oleh setiap orang (Laki-laki & Perempuan)
berdasarkan waktu, tempat, budaya, social, ekonomi dan lainnya dengan tetap
memperhatikan kodrat dari setiap pihak. Singkatnya, konsep gender berawal dari
jenis kelamin (yang didapat secara biologis) yaitu laki-laki dan perempuan.
Kemudian berkembang sebagai peran gender atau aturan yang dibentuk oleh
sekelompok orang atau masyarakat, sehingga konsep gender dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu Maskulinitas (konsep
peran yang mengarah kepada laki-laki) dan Femininitas (konsep peran yang mengarah kepada perempuan). Namun,
konsep Maskulinitas maupun Femininitas bukan semata berdasarkan pada perbedaan
jenis kelamin saja karena konsep tersebut dibentuk dan penerapannya tergantung
dari konteks sosial-budaya masing-masing. Dalam aturan, menjadi pemimpin
keluarga adalah sifat Maskulin yang sebagian besar dilakukan oleh laki-laki.
Namun ternyata tidak semua kebudayaan menerapkan sistem seperti itu. Sifat
maskulin bisa juga dilaksanakan oleh seorang perempuan, namun dari pembahasan
di atas tadi dapat kita lihat bahwa seharusnya perlakuan terhadap perempuan
haruslah sama baik dalam pekerjaan, karier, upah kerja dan juga tugas rumah
lainnya tidak boleh ada pendiskriminasian gender disini.
Diskriminasi atau ketidakadilan
gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial
dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari sistem tersebut.
Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki baik
secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung
berupa dampak suatu peraturan perundang- undangan maupun kebijakan telah
menimbulkan berbagai ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, adat,
norma,ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan gender
terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang
peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja
tetapi juga dialami oleh laki-laki. Meskipun nyatanya, ketidakadilan gender di
dalam kehidupan lebih banyak di alami oleh perempuan, namun berdampak pula
terhadap laki-laki.
Ada beberapa tawaran solusi mengenai
realitas diskriminasi terhadap perempuan dari Iris Young yang dapat kita
aplikasikan dalam konteks masyarakat kita.
Pertama, Young menegaskan bahwa orang perlu
memperbaiki ketidaksamaan epistemis (pengetahuan). Alasannya, ada orang-orang
tertentu dalam masyarakat yang mengklaim diri sebagai orang yang tahu menjalankan sistem tertentu. Mereka
menempatkan diri pada posisi superior terhadap yang lain dan mereduksi sistem
yang ada guna mencapai keuntungan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang
lain dengan klaim demi stabilitas sistem yang ada.
Kedua, persoalan diskriminasi sering sulit
dikenal atau dideteksi karena sudah terkondisi secara struktural (Otto Gusti
Madung: 2011). Artinya, cara pandang kelompok mayoritas yang menganggap
diskriminasi kepada kelompok minoritas dalam masyarakat sebagai hal yang biasa
telah turut memengaruhi cara pandang kelompok minoritas sehingga kelompok
minoritas sendiri “bungkam” menghadapi realitas ketidakadilan yang terjadi.
Ketiga, Young menandaskan bahwa mesti ada
pengakuan atas eksistensi perbedaan. Artinya, bahwa korban atau kelompok
terdiskriminasi tidak diperlakukan secara sama dengan satu standar umum, tetapi
lebih dari itu, orang mesti memerhatikan kekhasan setiap orang atau kelompok
tertentu. Karena itu, yang mesti dibuat adalah mengakui perbedaan dan kekhasan
masing-masing kelompok, kemudian memperlakukan mereka sesuai perbedaan dan
kekhasan yang dimilikinya.
Maka dari itu sangat lah penting
bagi kita memahami tentang kesetaraan gerder tersebut, karena diskriminasi
Gender tidak hanya terjadi pada perempuan saja. Kesetaraan Gender tersebut
bukan soal mampunya suatu pihak (Laki-laki atau perempuan) menjalankan tugasnya
sendirian. Tapi, kesetaraan Gender itu adalah dimana setiap pihak (Laki-laki
& Perempuan) mampu bekerja sama dan bersikap adil dengan tetap
memperhatikan kodrat tiap pihak masing-masing.
Komentar
Posting Komentar